Story From Cannes Lions


Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun 2015 ini saya tidak sempat mengikuti seminar kreatif tahunan Pinasthika yang diselenggarakan 17-19 September lalu. Padahal kata orang-orang yang pada ikutan, Pinasthika tahun ini terasa lebih spesial dari biasanya. Di samping peserta seminar yang jauh lebih ramai dari tahun lalu, materi dan event-event pelengkapnya pun memang terasa fresh, creative (of course) dan up to date.

Tak sempat hadir, akhirnya saya mengirim 'delegasi' untuk datang ke sana. Tugas utamanya satu: mendengarkan presentasi dari para pembicara seminar, dari pagi sampai sore, sambil membuat resume materi yang nantinya harus diberikan kepada saya. Ngomong-ngomong, delegasi saya ini masih anak SMA yang hari itu bersedia bolos sekolah demi dapet ilmu di Pinasthika. Kenapa dia mau? Ya jelas karena seminarnya lebih menarik daripada pelajaran di sekolah, plus karena tiketnya saya yang bayarin. Hehe.

Kalau mau tau siapa orangnya, dateng aja ke blognya yang punya konten super kritis dan disruptive untuk ukuran anak SMA: www.filosofikerja.com

Dia pun melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Saya tak menyangka hasil resumenya begitu kaya. Salah satunya akan saya share di tulisan ini. Sharing dimulai.

Story From Cannes Lions
Pembicara: Lucy Novita (Hakuhodo Indonesia)
Beliau adalah juri Cannes Lions wanita pertama dari Indonesia

Yang belum tau, Cannes Lions adalah award show dan festival tahunan terbesar di dunia untuk para profesional di industri komunikasi kreatif. Menurut data dari Mbak Lucy Novita yang baru aja jadi juri di sana, tahun 2015 ini Cannes menerima 3500-an entry untuk video campaign, disaring jadi 200an finalis, dan terpilih 90 juara (35 bronze, 30 silver, dan 25 gold).

As usual, video-video ads tembusan Cannes memang sering bikin geleng-geleng, surprise, takjub, dan kadang bisa bikin 'misuh-misuh' (ngumpat) saking keren idenya. Beberapa di antaranya bisa Anda tonton di bawah ini. Selamat menikmati dan geleng-geleng, takjub, tapi jangan sampai 'misuh-misuh' ya.


Inactivity Tracker - sebuah tracker untuk orang yang rajin olahraga super males. 


L'oreal Makeup Genius - aplikasi Augmented Reality buat nyobain makeup tanpa nyobain makeup beneran. Nah lo, maksudnya gimana? Tonton aja deh.


Canal+ Interactive Form - bisakah form pendaftaran subscriber di internet dibuat tidak membosankan?


Holograms For Fredoom - dilarang demonstrasi rame-ramean ke jalan, akhirnya bikin demo hologram, gokil.


The Salt You Can See - bagaimana agar orang Argentina aware untuk mengurangi konsumsi garam demi kesehatan yang lebih baik?


Gimana? Keren-keren kan? Masih ada beberapa lagi videonya, tapi untuk kali ini, saya cukupkan sekian. Kepentok durasi soalnya, halah. Yang mau presentasi (sangat) singkat dari seminar Pinasthika kemarin plus link video lainnya, isi kotak komen di bawah ini ya :) 

Fenomena Pasar Ceruk, Dari Indomie Sampai Hotel Quickly


Dalam praktik bisnis, khususnya dalam penentuan target market, kita mengenal istilah pasar ceruk. Yakni pasar yang kecil, atau lingkup pasar spesifik yang berisi calon konsumen tertentu dengan kesamaan selera, kebutuhan, daya beli, geografi, gaya hidup, atau hal-hal spesifik lainnya.

Misalnya, saat menjadi finalis Start Up Icon di Bandung, saya berkenalan dengan seorang finalis lain yang mempunyai salon khusus untuk orang-orang berambut gimbal. Mulai dari menerima jasa ‘nggimbalin’ rambut, sampai dengan perawatan berkalanya. Kalau saya yang berambut biasa-biasa ini datang ke salonnya, sekedar minta cukur rambut, sudah pasti ditolak, karena saya bukan target market mereka, saya bukan ceruk yang mereka sasar. Ceruk mereka adalah orang berambut gimbal.

Apakah salonnya laris? Jawabannya: iya. Ternyata para gimbalers kota Bandung itu jumlahnya lumayan banyak. Mereka merasa ‘terakomodir’ sehingga jadi pelanggan setia salon tersebut. Sejak saat itu saya sadar akan 2 hal ini: pertama, bisnis yang pasarnya sangat ceruk itu diam-diam menarik juga, dan yang kedua,  ternyata orang gimbal juga butuh perawatan rambut! Hehe.

Kalau kita amati, semakin ke sini, ceruk-ceruk pasar semakin banyak yang bermunculan. Dan makin spesifik!

Es krim yang dulu hanya didominasi rasa cokelat, vanilla, dan stroberi, sekarang makin variatif: es krim rasa kelapa-jeruk, candy-corn, green tea, dan cheesecake dengan penggemarnya masing-masing.

Dulu, kita hanya mengenal ceruk orang-orang yang doyan makan Indomie. Titik. Sekarang kita mengenal ceruk Indomie-lover yang lebih sempit lagi: orang yang suka Indomie rasa rendang, orang yang suka Indomie rasa cabe hijau, kare, bulgogi, tomyum, dan rasa spesifik lainnya. 

Kebutuhan dan keinginan konsumen yang semakin berkembang dan beragam telah mendorong lahirnya ceruk-ceruk baru yang tak terpikirkan sebelumnya.

Namun, ceruk-ceruk pasar tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya. Tentu diperlukan riset dan kejelian dalam mengamati perilaku konsumen, menemukan kebutuhan mereka yang belum terakomodir, ataupun masalah yang belum terselesaikan. Selain itu, dibutuhkan kreativitas dan inovasi untuk membuat sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah tersebut.

Saya punya contoh menarik yang dilakukan oleh aplikasi pemesanan kamar hotel last minute bernama Hotel Quickly.

Tidak seperti aplikasi pemesanan kamar lainnya yang membidik pasar keluarga dan traveler biasa yang cenderung memesan hotel dari jauh-jauh hari dan masih sempat untuk banding-bandingin harga, Hotel Quickly menarget pasar yang lebih khusus, yakni business traveler, atau siapapun yang karena kondisi tertentu membutuhkan pemesanan hotel secara mendadak.

Hotel Quickly menyadari bahwa banyak profesional atau pelaku bisnis yang tiba-tiba harus meeting mendadak ke luar kota, dan kadang harus menginap di kota itu karena meeting sampai larut malam, atau sebagian karena ketinggalan pesawat sehingga terpaksa  harus cari penginapan di sekitar bandara. Atau orang-orang kantor yang tiba-tiba memutuskan untuk weekend gateway, tanpa persiapan dan pesan penginapan jauh-jauh hari sebelumnya, Hotel Quickly hadir untuk menjadi solusi.

Jika agen travel atau jasa-jasa pemesanan hotel lainnya kesulitan dalam melakukan pemesanan kamar hotel pada hari yang sama, Hotel Quickly mengklaim bahwa mereka lah 
jagonya. Pesan kamar hotel hari itu juga, bahkan di menit-menit terakhir? Bisa!

It’s a last minute hotel reservation service.

Kejelian dalam melihat peluang, plus kemampuan mereka dalam men-deliver service-nya itulah yang membuat Hotel Quickly jadi penguasa ceruk pasar berisi orang-orang ‘dadakan’ 
yang sudah saya jelaskan di atas.

Bagaimana dengan Anda? Observasi apa yang sudah Anda lakukan? Ceruk baru apa yang menarik untuk digarap? Share di kotak comment ya!

Semoga bermanfaat!

PS: Pada artikel selanjutnya, insya Allah saya akan bahas lebih detail bagaimana strategi agresif Hotel Quickly sehingga cukup berhasil melakukan penetrasi pasar di Indonesia dan mampu menghimpun kerjasama dengan 1000+ hotel dari 40+ kota di Indonesia. Makanya, subscribe ya agar dapat update-an nya langsung ke email Anda. Isi kotak berlangganan yang sudah saya sediakan di bagian sidebar, atau berada di bawah artikel ini (jika Anda mengakses via mobile).

Combine, Combine, and Combine!


Jika kreativitas itu sebuah agama. Pasti dalam kitab sucinya ada satu ayat yang bunyinya seperti ini: "Wahai orang yang kreatif, gabungkanlah 2 hal yang (jauh) berbeda menjadi satu."


Itu adalah salah satu pola kreativitas terpopuler yang sampai sekarang masih sering dipakai, dalam berbagai bentuk dan tujuan. Saya akan tunjukkan beberapa masterpiece yang sebetulnya dihasilkan dari teknik menggabungkan 2 hal yang berbeda menjadi satu.


Yang pertama datang dari ranah desain produk. Sebuah masterpiece buatan orang Indonesia. Inilah yang terjadi saat lampu meja digabungkan dengan wayang golek. 


What? 


Iya, wayang golek.

Namanya Lampu RUNA
Suami istri, namanya Noro dan Intan, yang sama-sama pencinta design, pada awalnya hanya memproduksi lampu meja standard, tetap bagus dan berkelas sih, tetapi belum benar-benar unik. Hingga suatu saat mereka terpikir untuk melakukan sebuah terobosan. Kebetulan juga, saat itu mereka mengetahui bahwa banyak pengrajin wayang golek di Subang yang sebetulnya sangat ahli memahat kayu tetapi kurang produktif.
Noro & Intan. Owner Lampu RUNA.

Akhirnya mereka merangkul para pengrajin tersebut untuk bersama-sama membuat lampu meja yang dikombinasikan dengan seni pahat kayu ala wayang golek, sehingga terbentuklah karakter-karakter yang menarik. Mereka namakan Lampu RUNA.

Lihat koleksi selengkapnya di sini ya.

Masterpiece berikutnya datang dari ranah periklanan. Sebuah campaign dari Faber Castell. Dengan cerdiknya, mereka menggabungkan pensil warna dengan objek-objek yang dekat dengan kehidupan kita. 







Pesan yang ingin disampaikan melalui gambar-gambar tersebut sebetulnya sangat sederhana. Faber Castell hanya ingin menegaskan bahwa pensil mereka mampu menghasilkan warna yang hampir nyata dan sangat persis dengan warna benda-benda aslinya.

Nah, berlanjut ke contoh yang ketiga. Yang ini datang dari ranah social movement, tapi bisa 'nyerempet' ke ranah bisnis juga sih. 

Bagaimana konsep sawah atau kebun yang ada di pedesaan dipadukan dengan gedung-gedung yang ada di kota? 

Pertanyaan tersebut menghasilkan jawaban berupa konsep yang saat ini dikenal dengan istilah Urban Farming - sebuah social movement di mana orang perkotaan pun bisa bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan-lahan terbatas mereka. Baik itu di dalam rumah, maupun mengoptimalkan halaman belakang yang tidak luas-luas amat. Bahkan ada yang berkebun di atas gedung. 



Di samping berbentuk social movement, ada juga yang membawa konsep urban farming ini ke ranah bisnis. Lufa Farm di Montreal, Kanada misalnya. Mereka memanfaatkan lahan kosong di atas gedung perbelanjaan untuk ditanami buah dan sayur lalu menjual hasil panennya secara online. 
Perkebunannya ada di atas gedung


Value yang Lufa Farm usung


Dijual online, tau-tau sampai di depan rumah.

Ide ini pun direspon positif oleh masyarakat perkotaan di Kanada. Mengapa? 

Karena mereka bisa mendapatkan bahan makanan yang fresh, yang dipanen hari itu juga. Sesuatu yang tidak mereka peroleh jika berbelanja di supermarket karena sayur dan buahnya didatangkan dari desa yang mungkin sudah dipanen beberapa hari sebelumnya.

Hmmm, kreativitas itu tidak serumit yang dibayangkan. Lihatlah contoh-contoh di atas, dari ide sederhana, yakni menggabungkan 2 hal yang berbeda menjadi 1, ternyata bisa menghasilkan output yang luar biasa.

Saya harap tulisan ini bisa membantu Anda dalam memancing ide-ide yang keren dan syukur-syukur berguna bagi orang-orang di sekitar. Kalau sudah kepikiran apa idenya, share di kotak comment di bawah ini ya :)

Besok Itu Dimulai Dari Malam Ini


Saya ga jago-jago amat ngomongin produktivitas. 

Tapi saya suka praktiknya. Misalnya, suka bikin to-do list yang isinya beberapa aktivitas penting hari ini beserta kapan aktivitas itu harus dilakukan dan diselesaikan.  

Selain itu, saya juga sering bikin strategi bagaimana cara melakukan pekerjaan A agar lebih cepat selesai, sehingga bisa langsung berlanjut ke pekerjaan B. Dengan cara didelegasikan misalnya. Atau pakai bantuan tools yang bisa meringankan & mempercepat pekerjaan.

Untuk urusan produktivitas, tidak ada yang lebih membahagiakan dari melihat kotak to-do list ter-checklist satu demi satu. Dan kebahagiaan tertinggi adalah pada saat malam hari, ketika melihat to-do list untuk seharian tadi berhasil saya selesaikan semua. 

Siapa yang hidupnya seperti ini juga? Hehe. Toss!

Nah, kebiasaan merencanakan aktivitas sehari-hari ini sudah saya mulai sejak duduk di bangku SMA, walau tidak setiap hari. Tapi begitu kuliah, habit ini makin sering saya lakukan. Hingga sekarang. 

I'm a daily planner.

Terlepas berhasil atau tidak eksekusinya, ter-checklist atau tidak to-do list nya, paling tidak, semua sudah direncanakan di awal. 

Ngomong-ngomong, saya jarang membuat rencana harian atau to-do list di pagi hari, atau saat mengawali hari. Yap, saya lebih suka melakukannya di malam sebelumnya. Jadi, malam-malam sebelum tidur, saya bikin dulu daftar kegiatan apa saja yang akan  dilakukan esok hari. Setelah selesai, barulah tidur. Jadi paginya tinggal action aja.


Saya rasa, cara tersebut sangat efektif. Mengapa?

Karena to-do list atau apapun yang kita pikirkan dan tuliskan menjelang tidur, perlahan akan masuk ke pikiran bawah sadar ketika kita sedang pulas-pulasnya tidur. Lalu pada saat bangun, pikiran akan jauh lebih siap untuk memulai aktivitas yang sudah direncanakan di malam sebelumnya.

Mantap ya. Coba deh mulai malam ini. Buat to-do list sebelum tidur.

Apalagi kalau kita bisa tidur lebih awal dan bangun juga lebih awal. Bakal makin asyik itu efeknya. By the way, sama-sama tidur 5 jam, tapi yang satu tidur jam 12 malem - 5 pagi, sedangkan yang lain tidur jam 10 malem - 3 pagi, sensasinya bakal beda tuh. 

Menurut pengalaman pribadi selama ini, bangun sekitar jam 3 pagi setelah tidur minimal 5 jam, bisa bikin badan & pikiran jauh lebih segar, lebih enteng rasanya. Apalagi jam-jam segitu sangat menenangkan: untuk ibadah, doa, belajar, menulis, ngerjain tugas, dsb. Makanya, ada yang menyebut saat-saat itu sebagai 'golden time' atau 'golden moment'.

Akan tetapi, akan sangat sulit untuk bangun awal kalau mulai tidurnya saja sudah telat. Mulai tidur jam 12 malem atau jam 1 dini hari, tapi ngarep bangun fresh jam 3. Yaa, rasanya sih berat. Yang ada malah pening gak karuan.

Ternyata, kapan kita mulai tidur itu penting sekali.

Dua hal di atas: (1) bikin to-do list sebelum tidur (2) mulai tidur awal dan bangun lebih awal, adalah resep sederhana penentu produktivitas harian.

Bagi saya, awal hari tidak dihitung pada saat kita bangun tidur, tetapi saat kita mulai tidur di malam sebelumnya.

Besok itu dimulai dari malam ini.

STOP Kegiatan Digital, Sesekali Karyakan Tanganmu!


Maaf, tidak seperti artikel lainnya, saya harus sesedikit mungkin mengetik untuk artikel ini. Anda akan tahu mengapa. Sesaat lagi.