Memperbaiki & Memulai Hidup Yang Baru, Hidup Yang Bebas Dari 'Sapi'


Once upon a time, I found a striking book: "Once Upon a Cow".

Jadi, suatu hari saya lagi cari-cari buku di rak perpustakaan rumah (ya, di rumah memang ada mini-library yang isinya buku-buku punya bapak, ibu, adek, dan saya. Setidaknya ada 1000 buku di dalam sana, lumayan lah ya).

Tiba-tiba, mata saya tertuju pada sebuah buku berjudul nyentrik: Once Upon a Cow. Itu buku siapa, saya juga ga tau, mungkin bapak atau adek yang beli. Yaudah, saya buka-buka aja bukunya.

Dan ternyata isinya bagus.

Ditulis oleh Dr Camilo Cruz, buku motivasi & 'self-development' ini, dengan bahasa yang friendly dan penjelasan yang mudah, dapat menjelaskan dengan baik mengapa ada kata 'Cow' di judulnya.
Bukan buku peternakan ya!
Jadi, si Cow atau sapi di buku ini digunakan sebagai gambaran atau metafora dari penghalang atau rintangan yang tidak disadari ada di dalam hidup kita dan membuat kita sulit maju untuk mengejar kehidupan yang lebih baik. Biar lebih mudah dipahami, kita langsung masuk ke cerita saja:

Once upon a time..

ada seorang guru yang bijak, ingin mengajari seorang muridnya bagaimana mencapai hidup yang bahagia dan sejahtera. Karena banyak orang yang hidupnya rata-rata atau biasa-biasa saja, tetapi memilih pasrah membiarkan diri mereka hidup seadanya. Seolah-olah tidak ada harapan atau ke-percaya-diri-an untuk menikmati hidup yang lebih baik lagi.

Sang Guru tentu tidak ingin muridnya ikut terjebak dalam kehidupan yang seperti itu.

Diajaklah muridnya pergi ke suatu desa terpencil. Desa ini dihuni oleh keluarga-keluarga yang miskin, kekurangan, dan terbelakang, pokoknya 'mesakke' deh (jawa: mesakke > indonesia: kasihan).

Guru dan murid tadi berencana untuk menginap 1 malam di desa itu. Maka mereka mencari sebuah rumah yang akan dijadikan tempat beristirahat untuk malam nanti. Alih-alih mencari rumah yang setidaknya paling bagus atau paling mending dari seluruh rumah di desa itu, mereka malah memilih sebuah rumah yang paling jelek, kecil, mau ambrol, dan ... ah, sampe ga tega ngomongnya, hehe.

Diketuklah pintunya, keluar seseorang dari dalam lalu menyapa mereka.


"Bolehkah kami berdua menginap di sini barang semalam saja?" tanya Guru. 
"Rumah ini sudah penuh dan sesak sekali, tetapi boleh saja jika kalian berdua tidak keberatan" jawab pemilik rumah.
Guru dan murid pun tetap bersedia. Maka, dipersilakan masuklah mereka. Dan betapa kagetnya ketika sang Murid mengetahui bahwa ada 8 orang yang tinggal di rumah itu: bapak, ibu, 4 orang anak, kakek, dan nenek. Berdelapan di dalam rumah berukuran 14 meter persegi.

Kebayang bagi-bagi tempatnya kayak gimana?

Tidak cuma itu, penampilan seluruh anggota keluarga itu pun seperti tidak terurus, baju rombeng, badan kurus, kotor seperti jarang mandi, pokoknya prihatin kita kalau liat mereka. Dan, kondisi dalam rumahnya pun sudah seperti mau rubuh, air bisa masuk kalau lagi hujan, sampah di mana-mana, dan tidak ada satupun barang di rumah itu yang berharga.

Tapi, setelah guru dan murid berjalan ke halaman belakang rumah itu, mereka menemukan pemandangan yang janggal. Ternyata keluarga itu memiliki seekor sapi. Yap, lumayan aneh untuk ukuran keluarga semiskin itu punya sapi.

Selidiki punya selidik, sapi itulah yang menghidupi keluarga itu sehari-sehari. Air susunya lah yang selama ini menyelamatkan mereka dari kelaparan, walaupun tetap dirasa kurang. Sapi itu menjaga mereka dari kemiskinan yang parah, karena ternyata, di tempat di mana semua serba kekurangan, memiliki sapi adalah sebuah kehormatan di desa itu. Sehingga, keluarga itu bisa sedikit terhibur meskipun hidupnya sangat menderita dan sebetulnya jauh dari kehormatan itu sendiri.

Malam berlalu, dan sebelum fajar datang, dengan hati-hati sekali sang Guru membangunkan si Murid agar tidak mengganggu tidur yang lainnya. Diam-diam mereka keluar rumah tanpa sepengetahuan keluarga tadi, dan menuju halaman belakang. Apa yang kemudian dilakukan sang Guru?

Dengan pisau besar dan tajam, ia memenggal kepala sapi itu dalam sekali tebas! Sapi itu langsung roboh tanpa suara!

Sudah pasti, muridnya langsung syok dan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia saksikan. Speechless, tidak punya daya untuk bertanya pada sang Guru, apa alasannya sapi itu harus dibunuh. Yang ia tahu adalah, sapi itu satu-satunya harta berharga yang keluarga itu miliki, bagaimana cara mereka hidup setelah ini?

Sang Guru tetap kalem, dia mengajak muridnya pulang, meninggalkan rumah dan desa itu segera. Si Murid benar-benar tergoncang dan teraduk-aduk emosinya membayangkan betapa putus asanya keluarga itu setelah mengetahui sapi mereka satu-satunya mati. Perjalanan pulang itu menjadi perjalanan pulang ter-horor bagi Si Murid. Di dalam ketakutan dan kegelisahan, ia terus menerka-nerka, apa maksud semua itu. Ia masih tidak berani bertanya langsung pada gurunya.

Setahun berlalu.

Sang Guru mengajak muridnya kembali ke desa itu untuk mengunjungi lagi rumah yang setahun lalu mereka inapi. Muridnya yang sudah hampir lupa dengan kejadian setahun lalu itu, tiba-tiba kembali gelisah. Semakin dekat perjalanannya ke desa itu, semakin tidak karuan perasaannya. Apa yang akan ia lihat nanti setelah sampai di rumah itu? Masihkah ada penghuninya?

Sampai di sana, betapa terkejutnya murid tersebut setelah melihat rumah yang dulu ia inapi sudah tidak ada!

Bahkan sudah diganti dengan rumah lain yang lebih besar dan lebih bagus. Apakah keluarga itu tergusur? Lalu, di mana mereka sekarang? Sang Guru pun mencari tahu dengan mencoba bertanya pada pemiliki rumah yang baru itu. Ia ketuk pintunya, dan keluarlah seseorang yang ...  tidak asing bagi mereka berdua.

Ternyata dia adalah pemilik rumah yang dulu! Keluarga itu telah berhasil merenovasi rumah mereka menjadi lebih luas, lebih bagus, dan lebih layak huni. Tampilan mereka pun sudah tidak bikin prihatin lagi. Tubuh mereka terlihat sehat dan segar, penampilannya pun jauh lebih baik. Jauh berbeda dengan kondisinya setahun yang lalu. Apa yang sebenarnya terjadi?

Inilah pengakuan salah seorang dari mereka:

Setahun yang lalu, setelah kalian berdua meninggalkan rumah ini, kami mendapat musibah, sapi kami satu-satunya mati terpenggal (keluarga itu tidak tahu bahwa pembunuhnya adalah Sang Guru). Jujur, pada saat itu kami betul-betul terpukul dan hampir putus asa, semakin hari hidup kami semakin menderita. Tetapi kami lama-lama sadar, bahwa hidup belum berakhir dan kami harus melakukan sesuatu agar kondisi bisa membaik.
Orang itu melanjutkan,

Maka, kami mulai membersihkan halaman belakang dan menanaminya dengan sayur-sayuran. Pada awalnya, dari situlah kami bertahan hidup. Tetapi lama-kelamaan, kami menyadari bahwa sayuran yang kami hasilkan lebih dari cukup, dan kami bisa menjualnya ke tetangga-tetangga. Lalu, uang yang kami dapat bisa dipakai untuk membeli benih lebih banyak dan menghasilkan panen yang lebih banyak lagi. Sejak saat itu, perekonomian kami mulai membaik, kami bisa membeli pakaian yang lebih pantas, dan belanja cukup makanan, hingga akhirnya mampu merenovasi rumah ini.

Jeng jeng jeng. Si Murid lega dan terkagum-kagum dengan realita yang ia dengar barusan. Ia sekarang mengerti apa yang gurunya ingin ajarkan kepadanya.

Matinya sapi bukanlah akhir dari segalanya, tetapi justru menjadi awal dari kehidupan baru mereka yang lebih baik. Mungkin mereka akan tetap miskin jika sapi itu masih hidup hingga sekarang. Sapi itu telah menjadi borgol yang mengekang mereka dalam kemiskinan dan hidup yang tanggung. Sapi yang disebut lambang kehormatan itu sudah memberi perasaan bahwa mereka tidak miskin-miskin amat, walau kenyataannya tetaplah menderita. Sapi itu telah membutakan mereka dari harapan mendapatkan kehidupan yang lebih berharga di masa depan.

Maka dari itulah, ia harus dibunuh.

Berapa banyak dari kita yang menganggap apa yang dimiliki sekarang sudah cukup dan membuat berhenti untuk mengejar pencapaian yang lebih baik lagi? Berapa banyak dari kita yang kesannya 'nerimo' walaupun sebenarnya merasa tidak puas? Berapa banyak dari kita yang sebetulnya sudah sangat frustasi tetapi tidak cukup tergerak untuk melakukan sesuatu?

Setiap orang mempunyai sapinya masing-masing dalam hidup ini. Dan tanpa sadar, mereka telah hidup bersama sapi-sapi itu di dalam pekerjaan, karir, dan urusan-urusan lainnya, selama bertahun-tahun. Banyak yang tidak puas dengan kondisi sekarang, tetapi memilih untuk tetap pasrah dalam kehidupan yang seadanya. Toh, masih bisa hidup normal.

Cerita seekor sapi tadi adalah cerita tentang menghapus kebiasaan buruk, alasan, dan keyakinan membatasi yang membuat orang terikat pada kehidupan seadanya. Musuh kesuksesan yang sebenarnya bukanlah kegagalan, seperti yang banyak orang pikir, melainkan kehidupan yang seadanya - pemikiran bahwa kita bisa 'sekedar lewat' dalam hidup ini.

Bagaimana dengan Anda?

Apapun yang sudah terjadi di belakang, biarkanlah berlalu. Mari kita mulai hidup yang baru, hidup yang bebas dari sapi!

Semoga bermanfaat :)


NB: ini baru bagian depan buku ya, di dalamnya dibahas lengkap bagaimana kita mengenali sapi-sapi yang selama ini tidak kita sadari, dari mana sapi sapi-sapi itu datang, sampai bagaimana membunuhnya untuk hidup di zona bebas sapi.

Bagaimana Merancang Business Plan, Event Plan, & Personal Plan Cukup Dengan 1 Halaman Kertas?


Business plan yang ditulis, biasanya menghabiskan 5-10 halaman kertas, bisa lebih. Padahal kalau digambar, bisa cukup dengan 1 halaman aja. 

Business plan yang ditulis pun cenderung membosankan. Selain semua dibuat urut dari bab I sampai bab akhir macam skripsinya mahasiswa, juga dirasa kurang interaktif, dan ujung-ujungnya ga dibaca. Sedangkan dengan menggambarnya, ada potensi untuk lebih menarik, interaktif, dan berujung pada deal.

Salah satu cara menggambarnya adalah dengan menggunakan tools, bernama: Business Canvas / Kanvas Bisnis. Mirip mindmapping sih, tapi sudah ada pola yang memudahkan kita untuk berpikir. Tools ini cukup simpel untuk bisa merangkum seluruh aspek bisnis secara overall. Sebetulnya ga terbatas harus bisnis komersil sih, bisa juga dimanfaatin buat ngerancang event atau organisasi sosial, atau untuk personal branding. Tinggal dimodifikasi aja.

Langsung aja, kita kenalin satu per satu komponennya, yang pertama adalah..

1. Customer Segments (Segmen Pelanggan)

Komponen ini menggambarkan sekelompok orang atau organisasi, atau komunitas konsumen yang ingin dijangkau oleh bisnis kita. Pertanyaan di komponen ini adalah : untuk siapa kita membuat produk / jasa kita? Siapakah pelanggan terpenting kita?

2. Value Propositions (Proposisi Nilai)

Di komponen ini kita harus bisa menjawab: value apa yang akan kita berikan ke pelanggan? Di antara beberapa masalah pelanggan, mana yang kita bantu selesaikan? Kebutuhan pelanggan manakah yang kita penuhi? Gabungan produk/jasa apakah yang kita tawarkan pada masing-masing segmen pelanggan?

3. Channels (Saluran)

Komponen ini membantu kita untuk memikirkan bagaimana kita bisa berkomunikasi dan menjangkau segmen pelanggan kita (Customer Segments) untuk memberikan produk/jasa kita (Value Propositions). Melalui saluran manakah mereka ingin dijangkau? Saluran mana yang terbaik dan paling efisien? Bagaimana kita mengintegrasikan saluran tersebut dengan kebiasaan pelanggan?

4. Customer Relationships (Hubungan Pelanggan)

Jenis hubungan apakah yang diharapkan masing-masing segmen pelanggan untuk kita bangun demi mempertahankan mereka? Lewat hubungan personal kah? Lewat komunitas kah?

5. Revenue Streams (Aliran Pendapatan)

Untuk value / nilai apa sajakah pelanggan benar-benar mau membayar? Dari mana saja sumber pemasukan kita? Bagaimana cara pembayaran mereka? Mekanisme penetapan harganya?

6. Key Resources (Sumber Daya Utama)

Sumber daya utama apa saja yang kita butuhkan untuk mendukung value produk / jasa kita? Untuk mendukung saluran distribusi kita? Untuk mendukung hubungan pelanggan kita? Sumber daya utama yang biasanya dibutuhkan untuk mendukung komponen bisnis adalah: fisik, intelektual, manusia, atau finansial.

7. Key Activities (Aktivitas Kunci)

Apa sajakah aktivitas kunci yang diperlukan untuk menunjang Proporsi Nilai kita? Saluran Distribusi kita? Hubungan Pelanggan kita?

8. Key Partnerships (Kemitraan Utama)

Siapa sajakah mitra utama kita? Siapa pemasok utama kita? Sumber daya utama apa yang bisa kita dapat dari mitra kita? Aktivitas Kunci apa yang bisa dilakukan mitra kita?

9. Cost Structure (Struktur Biaya)

Biaya terpenting apakah yang ada dalam model bisnis kita? Sumber Daya Utama manakah yang butuh biaya? Aktivitas Kunci manakah yang butuh biaya?

Nah, gabungan 9 komponen itulah yang disebut Business Canvas. Kalau digabung, jadinya gini:

Kita bisa bikin sesuai keinginan dan kreasi kita, selembar kertas dengan gambar yang representatif, tinggal kita lengkapi dengan presentasi secara lisan, contohnya:

Pada penerapan yang lain, bisa juga dengan menggunakan selembar kertas / papan tulis dan lembaran Post-It warna-warni. Kita bisa diskusi secara interaktif dengan partner bisnis melalui cara ini:

Dan, udah ada aplikasi mobile nya juga buat kita yang suka otak atik business canvas di tablet, download sekarang:

Cobain ya, bisa buat otak-atik business plan sendiri, atau nganalisa model bisnisnya kompetitor. Buat ngrumusin inovasi bisnis juga bisa. Koq bisa? Karena cukup dengan mengganti 1 komponen saja, misalnya: Segmen Pelanggan, sebenarnya akan mempengaruhi komponen lainnya: Saluran Distribusi bisa berubah, jenis Hubungan Pelanggannya ikut berubah, Revenue dan Cost juga begitu, karena memang komponen-komponen tersebut saling berhubungan.

Menariknya, kita bisa mulai dari komponen manapun, ga harus dari Customer Segment dulu. Dari produk / jasa (Value Propositions) yang kita punya dulu pun bisa, dari sumber daya (Key Resources) yang kita punya pun bisa. Ga perlu urut dan runut. Sekali lagi, karena mereka saling berhubungan. Seru kan?

Gimana, udah ada ide? Siap nggambarin ide itu di Kanvas Bisnismu? Good Luck! :)

Strategi Inovasi Bisnis: Rasional vs Emosional


Salah satu cara ampuh untuk memunculkan inovasi dalam bisnis adalah dengan mengubah orientasinya: emosional atau rasional. 

Ada bisnis yang fokusnya ke sisi emosional pelanggan - biasanya lebih mengedepankan value atau brand. Sedangkan yang fokusnya ke sisi rasional pelanggan - biasanya cukup mengedepankan fungsi, efisiensi dan harga yang menarik.



Contoh yang biasanya menjual sisi emosional adalah salon & spa. Rata-rata ga cuma selesai di potong rambut aja, tapi treatment lain, suasana, dan kenyamanan juga ikut dibeli, apalagi bagi kaum hawa. Sedangkan yang biasanya berkutat di sisi rasional ini sebut saja produsen bahan bangunan. Cukup bikin batu bata, genteng, semen, asal secara fungsi udah bisa buat bangun rumah, selesai deh. Lalu dijual dengan harga kompetitif & rasional tentunya.

Menariknya, kita boleh saja menentang arus. Me-rasional-kan industri yang sudah terlanjur terkesan emosional, atau sebaliknya, meng-emosional-kan industri yang dominan rasional. Sehingga, selain lahir inovasi bisnis, juga akan ada potensi pasar baru, dari yang semula non-konsumen di industri tersebut bisa beralih menjadi konsumen.

Dulu, yang namanya potong rambut di Jepang, bisa butuh waktu 1 jam lebih. Walaupun sebenarnya proses potong rambutnya cuma 15 menit, tapi embel-embel ritualnya yang banyak. Mulai dari cuci rambut, minum teh dulu, pemijatan, sampai bilas. Itu semua dilakukan demi menjual sisi emosionalnya. Namun, sebagian konsumen merasa hal tersebut kurang efisien, dari segi waktu maupun harga, lagipula orang Jepang itu sibuk-sibuk.

Hingga akhirnya ada QB House yang menawarkan '10 minutes refreshment'. 

Potong rambut cuma butuh waktu 10 menit, bahkan ga pake bilas! Karena selesai potong, rambut-rambut tadi disedot pakai sejenis vacuum cleaner. Apa yang terjadi? Biaya bisa ditekan, harga lebih terjangkau, efektif waktu untuk orang-orang Jepang yang sangat sibuk, dan dalam 1 jam, di saat seorang karyawan salon lain cuma bisa melayani 1 shift orang dengan embel-embel yang banyak, karyawan mereka bisa melayani 5-6 konsumen. Dan ujung-ujungnya pendapatan per-jam nya bisa lebih banyak. Rasional kan? Hehehe.

Air wash system alias sistem sedot rambut!

Di bagian bumi lain, di Meksiko, ada Cemex, produsen semen, sebuah produk yang umumnya ngejar sisi rasional, bisa menjual berkarung-karung semen dengan sentuhan emosi. Semen yang cuma jadi bahan bangunan dan ga ada daya tariknya, diubah kesan, menjadi sebuah bingkisan / kado / hadiah untuk saudara, rekan, tetangga yang kita sayangi. Cemex juga mengajak masyarakat untuk membangun rumah impian mereka yang lebih baik lagi. Bahkan di sana sampai ada ARISAN SEMEN. Kurang emosional apa coba? Hehehe.

Dan di bagian bumi lain, di Indonesia, ada...

... ada saya, anda, kita semua yang suatu saat akan terdengar inovasi-inovasi bisnisnya. Coba lihat sekitar, mana aturan pakem atau kebiasaan di suatu industri yang bisa kita ubah arusnya. Any idea? :)

Pikiran Buntu & Ide Mentok. Apa Yang Harus Segera Kita Lakukan?


Paling tidak, ada 2 hal yang bisa dilakukan ketika otak kita sedang mentok atau jenuh pada saat memikirkan suatu ide. 

Pertama: menghentikan aktivitas dan berdiam diri sejenak tanpa memikirkan apapun. Kosongkan pikiran, tenangkan diri, dinginkan otak sampai siap diajak berpikir lagi.

Kedua: melupakan aktivitas itu sejenak, dan beralih melakukan sesuatu yang lain. Lakukan aktivitas lain, kerjakan tugas lain, dan selesaikan masalah lainnya.

Saya pribadi sih lebih suka cara yang kedua. Yakni mengalihkan pikiran ke hal-hal yang lain.

Misalnya, kita sedang penat dan buntu di pekerjaan A. Lupakan saja pekerjaan itu selama beberapa menit, beralih saja dulu ke pekerjaan B. Lepaskan otak dari kelelahan mengerjakan A. Lalu ajak otak mengerjakan B.

Otak berbeda dengan otot. Otot yang lelah memang butuh diistirahatkan, sedangkan otak yang lelah tidak terlalu butuh istirahat total, karena sebenarnya ia hanya perlu dialihkan.

Ketika saya sedang mengetik naskah atau artikel di depan komputer, dan tiba-tiba ide susah mengalir, saat itu juga saya beranjak dari meja, tekan tombol sleep / shutdown komputer, lalu keluar ruangan dan lihat pemandangan, bermain, melakukan hobi-hobi saya, berolahraga, atau sekedar mencuci piring, menyetrika, dan membereskan barang-barang di sekitar.

Terkadang, pada saat itulah ide akan muncul tiba-tiba, tanpa disadari. Memang ide bisa datang sendiri tanpa kita berusaha cari. Orang-orang kreatif juga pernah berwasiat:

"Sesekali, kita harus membiarkan pikiran bawah sadar kita menyelesaikan suatu masalah sendiri, sementara kita mengerjakan sesuatu yang lain."

Seperti Archimedes yang menemukan teorinya pada saat berendam di bak mandi. Seperti Einstein yang mengaku bahwa ide-ide terbaiknya justru muncul pada saat ia sedang mencukur kumis. 

Anda pasti pernah mengalami hal serupa, kan? :)

(Asalkan Strateginya Tepat) Yang Kecil Bisa Mengalahkan Yang Besar


Setelah sekian lama, baru saya paham arti sebenarnya dari kata ‘strategi’ itu apa. 

Ada yang bilang strategi itu visi & misi, padahal bukan. Ada yang bilang, strategi itu cara untuk meraih apa yang diinginkan, tapi jawaban tersebut belum terlalu memuaskan. Yang namanya ‘strategi’ seharusnya punya makna yang lebih dari itu.

Untunglah saya mulai menemukan pencerahan setelah membaca kisah Daud vs Goliat.

Bagi yang belum pernah dengar, atau yang mungkin lupa ceritanya, saya akan jelaskan dengan singkat. Btw, kisah ini menarik karena di dalam ceritanya, pihak yang terlihat lemah bisa mengalahkan pihak yang terlihat sangat kuat, dengan modal strategi yang tepat.

Jadi, sekitar abad ke 10 sebelum masehi, terjadilah peperangan antara prajurit Raja Saul dengan prajurit Filistin. Daud adalah putra dari Raja Saul. Sekalipun anak raja, kesehariannya Daud adalah seorang penggembala. Sebenarnya saat itu, usianya masih terlalu muda untuk jadi prajurit. Tapi karena nyalinya besar, dia boleh ikut ke medan perang.

Sedangkan Goliat adalah prajurit unggulan Filistin yang paling ditakuti. Badannya besar, tingginya  2,7 meter, dilengkapi helm, baju zirah, dan tombak yang makin menambah kesangarannya. Di tengah peperangan itu, Goliat muncul dari kerumunan prajurit dan maju ke barisan terdepan. Sontak prajurit Raja Saul mulai jiper ketakutan.

Tapi Daud yang kala itu masih minim pengalaman, justru tertantang untuk melawan si Raksasa Goliat. Tentu saja ayah dan kakak-kakaknya tidak mengizinkan. Terlalu berbahaya & berisiko. Namun, setelah melihat Daud yang begitu on fire, akhirnya ayahnya mengalah juga. Dipinjamkanlah baju zirahnya kepada Daud.

Akan tetapi Daud malah menolak menggunakannya karena baju zirah itu terlalu berat untuknya dan justru bisa membuatnya lambat dalam bergerak.

Pikir dia, kalau Goliat bisa maju dengan cepat dan mendekatinya, baju zirah itu tidak akan membantunya banyak karena serangan dan pukulan Goliat terlalu kuat. Akhirnya, Daud maju dengan pakaian seadanya, anggap saja pakaian penggembala.

Sambil maju mendekati Goliat, Daud mengambil batu dan melontarkannya dengan ketapel. Batu itu mengenai Goliat tepat di dahinya (head shot) dalam waktu sepersekian detik tanpa memberikan kesempatan Goliat maju satu langkah pun! Dengar-dengar sih, lontaran batu Daud berikutnya kena kemaluannya Goliat juga, tapi kebanyakan sumber tidak menceritakannya. Mungkin terlalu vulgar, atau terlalu ngilu untuk dibayangkan, hehe.

Setelah terkena lontaran batu, Goliat langsung tumbang dan tak sadarkan diri. Saat itu juga Daud tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dipenggal lah kepala Goliat. Melihat jagoannya mati, gantian pasukan Filistin yang jiper dan mundur ketakutan!

Strategi adalah tentang mengoptimalkan kekuatan untuk menyerang kelemahan lawan. Atau agar tidak terlalu terdengar offensive, kita bisa perhalus dengan: memanfaatkan kekuatan untuk mengambil keuntungan dari kondisi yang kurang ideal.
  
Dibanding Goliat, fisik Daud memang jauh lebih kecil, jauh lebih lemah. Ia juga kurang berpengalaman, bahkan maju tanpa peralatan perang yang memadai. Akan tetapi, ia memiliki keunggulan dalam kecepatan, dalam kata lain, ia jauh lebih gesit, dan mahir menggunakan ketapel dengan tingkat akurasi tinggi.

Sedangkan di balik tubuhnya yang besar, pergerakan Goliat relatif lebih lambat, dan selidik punya selidik, helm perangnya gak full face! Hehe. Inilah titik lemah raksasa itu. Dahinya jadi sasaran empuk di-ketapel-in, dan respon tubuhnya terlalu lambat untuk menghidari kecepatan lontaran batu tersebut.

Strategi Daud pun berhasil.

Strategi yang baik selalu berawal dari pemahaman yang baik pula tentang kekuatan yang kita miliki sambil melihat celah, kesempatan, dan momentum yang tepat untuk memanfaatkan kekuatan itu. Tentu hal ini tidak hanya berlaku pada peperangan dalam arti sempit, tetapi juga pada persaingan-persaingan yang kita hadapi sehari-hari dalam bidang dan kompetensi masing-masing.

Sebelum jaringan bisnisnya besar & luas seperti sekarang, dulunya Wal-Mart adalah Daud yang mampu mengungguli Kmart sebagai Goliatnya. Perusahaan raksasa IBM pun pernah kalah tender yang nilainya ratusan juta USD dengan sebuah startup berkaryawan puluhan orang saja.

Maka, buku dari Seth Godin yang judulnya "Small is The New Big" itu benar adanya.  

So, para Daud yang sedang membaca artikel ini, siapa Goliat kalian? :)