Strategi Inovasi Bisnis: Rasional vs Emosional


Salah satu cara ampuh untuk memunculkan inovasi dalam bisnis adalah dengan mengubah orientasinya: emosional atau rasional. 

Ada bisnis yang fokusnya ke sisi emosional pelanggan - biasanya lebih mengedepankan value atau brand. Sedangkan yang fokusnya ke sisi rasional pelanggan - biasanya cukup mengedepankan fungsi, efisiensi dan harga yang menarik.



Contoh yang biasanya menjual sisi emosional adalah salon & spa. Rata-rata ga cuma selesai di potong rambut aja, tapi treatment lain, suasana, dan kenyamanan juga ikut dibeli, apalagi bagi kaum hawa. Sedangkan yang biasanya berkutat di sisi rasional ini sebut saja produsen bahan bangunan. Cukup bikin batu bata, genteng, semen, asal secara fungsi udah bisa buat bangun rumah, selesai deh. Lalu dijual dengan harga kompetitif & rasional tentunya.

Menariknya, kita boleh saja menentang arus. Me-rasional-kan industri yang sudah terlanjur terkesan emosional, atau sebaliknya, meng-emosional-kan industri yang dominan rasional. Sehingga, selain lahir inovasi bisnis, juga akan ada potensi pasar baru, dari yang semula non-konsumen di industri tersebut bisa beralih menjadi konsumen.

Dulu, yang namanya potong rambut di Jepang, bisa butuh waktu 1 jam lebih. Walaupun sebenarnya proses potong rambutnya cuma 15 menit, tapi embel-embel ritualnya yang banyak. Mulai dari cuci rambut, minum teh dulu, pemijatan, sampai bilas. Itu semua dilakukan demi menjual sisi emosionalnya. Namun, sebagian konsumen merasa hal tersebut kurang efisien, dari segi waktu maupun harga, lagipula orang Jepang itu sibuk-sibuk.

Hingga akhirnya ada QB House yang menawarkan '10 minutes refreshment'. 

Potong rambut cuma butuh waktu 10 menit, bahkan ga pake bilas! Karena selesai potong, rambut-rambut tadi disedot pakai sejenis vacuum cleaner. Apa yang terjadi? Biaya bisa ditekan, harga lebih terjangkau, efektif waktu untuk orang-orang Jepang yang sangat sibuk, dan dalam 1 jam, di saat seorang karyawan salon lain cuma bisa melayani 1 shift orang dengan embel-embel yang banyak, karyawan mereka bisa melayani 5-6 konsumen. Dan ujung-ujungnya pendapatan per-jam nya bisa lebih banyak. Rasional kan? Hehehe.

Air wash system alias sistem sedot rambut!

Di bagian bumi lain, di Meksiko, ada Cemex, produsen semen, sebuah produk yang umumnya ngejar sisi rasional, bisa menjual berkarung-karung semen dengan sentuhan emosi. Semen yang cuma jadi bahan bangunan dan ga ada daya tariknya, diubah kesan, menjadi sebuah bingkisan / kado / hadiah untuk saudara, rekan, tetangga yang kita sayangi. Cemex juga mengajak masyarakat untuk membangun rumah impian mereka yang lebih baik lagi. Bahkan di sana sampai ada ARISAN SEMEN. Kurang emosional apa coba? Hehehe.

Dan di bagian bumi lain, di Indonesia, ada...

... ada saya, anda, kita semua yang suatu saat akan terdengar inovasi-inovasi bisnisnya. Coba lihat sekitar, mana aturan pakem atau kebiasaan di suatu industri yang bisa kita ubah arusnya. Any idea? :)

Pikiran Buntu & Ide Mentok. Apa Yang Harus Segera Kita Lakukan?


Paling tidak, ada 2 hal yang bisa dilakukan ketika otak kita sedang mentok atau jenuh pada saat memikirkan suatu ide. 

Pertama: menghentikan aktivitas dan berdiam diri sejenak tanpa memikirkan apapun. Kosongkan pikiran, tenangkan diri, dinginkan otak sampai siap diajak berpikir lagi.

Kedua: melupakan aktivitas itu sejenak, dan beralih melakukan sesuatu yang lain. Lakukan aktivitas lain, kerjakan tugas lain, dan selesaikan masalah lainnya.

Saya pribadi sih lebih suka cara yang kedua. Yakni mengalihkan pikiran ke hal-hal yang lain.

Misalnya, kita sedang penat dan buntu di pekerjaan A. Lupakan saja pekerjaan itu selama beberapa menit, beralih saja dulu ke pekerjaan B. Lepaskan otak dari kelelahan mengerjakan A. Lalu ajak otak mengerjakan B.

Otak berbeda dengan otot. Otot yang lelah memang butuh diistirahatkan, sedangkan otak yang lelah tidak terlalu butuh istirahat total, karena sebenarnya ia hanya perlu dialihkan.

Ketika saya sedang mengetik naskah atau artikel di depan komputer, dan tiba-tiba ide susah mengalir, saat itu juga saya beranjak dari meja, tekan tombol sleep / shutdown komputer, lalu keluar ruangan dan lihat pemandangan, bermain, melakukan hobi-hobi saya, berolahraga, atau sekedar mencuci piring, menyetrika, dan membereskan barang-barang di sekitar.

Terkadang, pada saat itulah ide akan muncul tiba-tiba, tanpa disadari. Memang ide bisa datang sendiri tanpa kita berusaha cari. Orang-orang kreatif juga pernah berwasiat:

"Sesekali, kita harus membiarkan pikiran bawah sadar kita menyelesaikan suatu masalah sendiri, sementara kita mengerjakan sesuatu yang lain."

Seperti Archimedes yang menemukan teorinya pada saat berendam di bak mandi. Seperti Einstein yang mengaku bahwa ide-ide terbaiknya justru muncul pada saat ia sedang mencukur kumis. 

Anda pasti pernah mengalami hal serupa, kan? :)

(Asalkan Strateginya Tepat) Yang Kecil Bisa Mengalahkan Yang Besar


Setelah sekian lama, baru saya paham arti sebenarnya dari kata ‘strategi’ itu apa. 

Ada yang bilang strategi itu visi & misi, padahal bukan. Ada yang bilang, strategi itu cara untuk meraih apa yang diinginkan, tapi jawaban tersebut belum terlalu memuaskan. Yang namanya ‘strategi’ seharusnya punya makna yang lebih dari itu.

Untunglah saya mulai menemukan pencerahan setelah membaca kisah Daud vs Goliat.

Bagi yang belum pernah dengar, atau yang mungkin lupa ceritanya, saya akan jelaskan dengan singkat. Btw, kisah ini menarik karena di dalam ceritanya, pihak yang terlihat lemah bisa mengalahkan pihak yang terlihat sangat kuat, dengan modal strategi yang tepat.

Jadi, sekitar abad ke 10 sebelum masehi, terjadilah peperangan antara prajurit Raja Saul dengan prajurit Filistin. Daud adalah putra dari Raja Saul. Sekalipun anak raja, kesehariannya Daud adalah seorang penggembala. Sebenarnya saat itu, usianya masih terlalu muda untuk jadi prajurit. Tapi karena nyalinya besar, dia boleh ikut ke medan perang.

Sedangkan Goliat adalah prajurit unggulan Filistin yang paling ditakuti. Badannya besar, tingginya  2,7 meter, dilengkapi helm, baju zirah, dan tombak yang makin menambah kesangarannya. Di tengah peperangan itu, Goliat muncul dari kerumunan prajurit dan maju ke barisan terdepan. Sontak prajurit Raja Saul mulai jiper ketakutan.

Tapi Daud yang kala itu masih minim pengalaman, justru tertantang untuk melawan si Raksasa Goliat. Tentu saja ayah dan kakak-kakaknya tidak mengizinkan. Terlalu berbahaya & berisiko. Namun, setelah melihat Daud yang begitu on fire, akhirnya ayahnya mengalah juga. Dipinjamkanlah baju zirahnya kepada Daud.

Akan tetapi Daud malah menolak menggunakannya karena baju zirah itu terlalu berat untuknya dan justru bisa membuatnya lambat dalam bergerak.

Pikir dia, kalau Goliat bisa maju dengan cepat dan mendekatinya, baju zirah itu tidak akan membantunya banyak karena serangan dan pukulan Goliat terlalu kuat. Akhirnya, Daud maju dengan pakaian seadanya, anggap saja pakaian penggembala.

Sambil maju mendekati Goliat, Daud mengambil batu dan melontarkannya dengan ketapel. Batu itu mengenai Goliat tepat di dahinya (head shot) dalam waktu sepersekian detik tanpa memberikan kesempatan Goliat maju satu langkah pun! Dengar-dengar sih, lontaran batu Daud berikutnya kena kemaluannya Goliat juga, tapi kebanyakan sumber tidak menceritakannya. Mungkin terlalu vulgar, atau terlalu ngilu untuk dibayangkan, hehe.

Setelah terkena lontaran batu, Goliat langsung tumbang dan tak sadarkan diri. Saat itu juga Daud tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dipenggal lah kepala Goliat. Melihat jagoannya mati, gantian pasukan Filistin yang jiper dan mundur ketakutan!

Strategi adalah tentang mengoptimalkan kekuatan untuk menyerang kelemahan lawan. Atau agar tidak terlalu terdengar offensive, kita bisa perhalus dengan: memanfaatkan kekuatan untuk mengambil keuntungan dari kondisi yang kurang ideal.
  
Dibanding Goliat, fisik Daud memang jauh lebih kecil, jauh lebih lemah. Ia juga kurang berpengalaman, bahkan maju tanpa peralatan perang yang memadai. Akan tetapi, ia memiliki keunggulan dalam kecepatan, dalam kata lain, ia jauh lebih gesit, dan mahir menggunakan ketapel dengan tingkat akurasi tinggi.

Sedangkan di balik tubuhnya yang besar, pergerakan Goliat relatif lebih lambat, dan selidik punya selidik, helm perangnya gak full face! Hehe. Inilah titik lemah raksasa itu. Dahinya jadi sasaran empuk di-ketapel-in, dan respon tubuhnya terlalu lambat untuk menghidari kecepatan lontaran batu tersebut.

Strategi Daud pun berhasil.

Strategi yang baik selalu berawal dari pemahaman yang baik pula tentang kekuatan yang kita miliki sambil melihat celah, kesempatan, dan momentum yang tepat untuk memanfaatkan kekuatan itu. Tentu hal ini tidak hanya berlaku pada peperangan dalam arti sempit, tetapi juga pada persaingan-persaingan yang kita hadapi sehari-hari dalam bidang dan kompetensi masing-masing.

Sebelum jaringan bisnisnya besar & luas seperti sekarang, dulunya Wal-Mart adalah Daud yang mampu mengungguli Kmart sebagai Goliatnya. Perusahaan raksasa IBM pun pernah kalah tender yang nilainya ratusan juta USD dengan sebuah startup berkaryawan puluhan orang saja.

Maka, buku dari Seth Godin yang judulnya "Small is The New Big" itu benar adanya.  

So, para Daud yang sedang membaca artikel ini, siapa Goliat kalian? :)

Menjauhlah Dari Kompetisi Untuk Memenangkan Kompetisi Itu. What?

Ada yang bilang: “cara memenangkan kompetisi adalah dengan menjauhi kompetisi itu sendiri”.

Apakah pernyataan itu benar adanya? Atau pencetusnya hanya ingin membuat sensasi? Pada awalnya saya merasa si pencetusnya ini hanya asal bicara. Tetapi setelah dipikir-pikir lagi, ternyata ada betulnya juga dia. 

Coba kita dalami satu per satu.

Setiap pengusaha pasti ingin produk atau jasanya dipilih konsumen. Seperti para profesional yang ingin dipilih untuk dipromosikan, freelancer yang ingin dipilih untuk dipakai jasanya, dan organisasi sosial atau komunitas yang ingin dipilih menjadi ‘rumah kedua’ simpatisan atau volunteer-nya.

Kita semua berkompetisi untuk menjadi yang terbaik dan terpilih di lingkup market masing-masing. Satu-satunya cara adalah dengan memastikan kita lebih unggul dari yang lain.

Ada banyak cara untuk bisa lebih unggul dari pesaing kita. Akan tetapi, kalau ujung-ujungnya kita hanya bersaing pada langkah dan arah yang sama dengan mereka, hasilnya hanyalah kompetisi tanpa henti. Kejar-kejaran terus. Bisa saja saat ini kita yang terdepan, tapi besok sudah disalip kompetitor, lusa gantian kita salip mereka, tapi tidak lama setelah itu, mereka akan menyusul lagi.

Jadi, tidak pernah selesai kan kompetisinya. Ibarat balap karung tapi tidak pake garis finish. Capek banget, kan? Hehe. Nah, kalau sudah tau bakal capek & persaingan tidak ada ujungnya, saran untuk ‘menjauhi kompetisi’ itu lama-lama terdengar masuk akal juga.

‘Menjauhi kompetisi’ di sini bukan berarti menyerah begitu saja, melainkan berhenti bersaing dalam hal-hal yang sudah terlalu umum, lalu menciptakan sesuatu yang baru dan belum ditawarkan oleh yang lain. Tidak perlu bersikeras menjadi yang nomor satu, tetapi jadilah satu-satunya. Dengan begitu, orang-orang akan mudah menemukan lalu memilih kita.

Jadi, ada 2 hal yang ditegaskan:
1. Jauhi kompetisi, berhenti menjadi bagian dari komoditas
2. Ciptakan nilai yang unik dan masuki wilayah yang baru.

Dalam dunia bisnis, konsep ini dikenal dengan istilah Strategi Samudera Biru (Blue Ocean Strategy). Strategi ini menantang perusahaan untuk keluar dari kompetisi sengit, ketat, sesak, dan berdarah-darah (digambarkan dengan samudera merah), kemudian masuk ke dalam pasar baru yang belum ada atau minim pesaingnya (digambarkan dengan samudera biru).

Caranya adalah dengan mengajukan 4 pertanyaan ini:
1. Hal apa saja yang bisa dihilangkan dari sesuatu yang biasanya ditawarkan kompetitor
2. Hal apa saja yang bisa dikurangi hingga di bawah standard kompetisi
3. Hal apa saja yang bisa ditingkatkan hingga di atas standard kompetisi
4. Hal apa saja yang belum pernah ditawarkan sehingga harus diciptakan?


Coba perhatikan, dua pertanyaan pertama memaksa kita untuk memikirkan kembali hal-hal apa yang telah lama dikompetisikan walaupun sebenarnya tidak terlalu penting, atau yang hanya merepotkan kita saja tanpa memberi hasil yang signifikan.

Sedangkan dua pertanyaan berikutnya mendorong kita untuk meningkatkan nilai dan menciptakan permintaan baru yang selama ini belum dioptimalkan atau bahkan belum ada.

Sebagai contoh, mari belajar dari kisah Nintendo Wii.

Dalam industri game konsol, Nintendo Wii berhasil menjauhi persaingan dengan kompetitornya yakni Playstation 3 buatan Sony, dan Xbox 360 buatan Microsoft, sekaligus menciptakan permintaan baru dan meraup pendapatan miliaran dolar.

Bagaimana mereka melakukannya?

Umumnya, perusahaan game konsol bersaing pada kualitas grafis, realisme game, dan kinerja teknologi untuk memperebutkan perhatian para maniak game yang menyukai grafis yang detail dan rumit, serta performance yang tinggi. Akibatnya, mereka memproduksi game yang sangat canggih dan mahal.

Nintendo berpikir sebaliknya. Mereka menjauhi persaingan dengan cara membuat konsol yang kualitas grafis dan kinerja teknologinya berada di bawah Sony dan Microsoft, tetapi menawarkan hiburan baru berupa alat pengendali jarak jauh yang memungkinkan pemainnya mengendalikan gerakan melalui isyarat fisik.

Akhirnya, Wii berhasil menjual konsol dengan harga yang relatif murah sekaligus membuka pasar yang lebih luas, yaitu para pemain game yang ‘iseng’ dan tidak terlalu menuntut grafis yang detail. Faktanya, jumlah pemain ‘iseng’ seperti itu lebih banyak daripada jumlah maniak game yang ‘serius’. Sehingga, jumlah permintaan konsol Wii pun melejit.

Bahkan, mereka bisa menjangkau pasar keluarga karena pilihan gamenya yang lebih menghibur, simple, dan mudah untuk dimainkan bersama-sama.

Wii menjauhi kompetisi untuk memenangkan kompetisi. Terdengar paradoks, but it works!

Ketika Pohon Bisa Bikin Konser Sendiri

Berlin mendapat gelar kota paling hijau di Eropa dengan jumlah pohon kota sekitar 400 ribu. Sayangnya, semakin lama, jumlah tersebut semakin berkurang.

Tercatat, Berlin kehilangan 2000 pohon setiap tahunnya akibat kepedulian masyarakat yang menurun akan kelestarian pohon mereka, ditambah pengelolaan yang kurang baik dari pemerintah kota. Tentu dengan kondisi tersebut, gelar kota terhijau di Eropa menjadi terancam.

Lalu, bagaimana cara menghentikan turunnya jumlah pohon itu? Bagaimana pula cara meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ini adalah isu yang tidak sepele?

Sebuah organisasi konservasi bernama BUND akhirnya mengusulkan ide unik untuk menjawab permasalahan tersebut. September 2012, mereka merancang sebuah konser musik yang melodinya bukan dimainkan oleh manusia, melainkan oleh sebuah pohon kenari (chestnut tree). Mereka menamainya ‘Tree Concert’.

Yap, pohon kenari itu disulap menjadi instrumen yang dapat menghasilkan irama musik dari setiap biji kenari yang jatuh. Bagaimana caranya? Tepat di bawah pohon itu, dipasanglah alat khusus berupa membran yang sensitif terhadap sentuhan. Setiap ada biji kenari yang jatuh dan mengenainya, membran tersebut akan bereaksi dengan mengeluarkan suara musik sambil menampilkan cahaya warna-warni yang indah.

Cool ya.

Konser unik ini pun langsung mencuri perhatian masyarakat Berlin. Mereka berdatangan untuk menyaksikan dan mendengarkan sendiri musik yang dihasilkan oleh pohon kenari itu. Kampanye ini pun segera menyebar ke seantero kota dan menarik banyak pengunjung.

Menariknya, pengunjung dapat mengirimkan donasi via SMS dalam rangka mendukung kampanye pelestarian pohon ini. Sebagai imbalannya, para donatur akan dikirimi ucapan terima kasih via SMS secara personal yang seakan-akan dikirim oleh pohon itu, dan mendapat link untuk mendownload kumpulan lagu Tree Concert secara eksklusif.

Makin cool deh *geleng-geleng.

Ceritanya belum selesai lho ya. Masih ada yang lebih cool lagi.

Beberapa bulan setelah itu, seorang DJ ternama bernama Robot Koch membuat versi remix dari Tree Concert dan dipasarkan di iTunes. Jumlah donasi yang dihasilkan pun melonjak 800%! WOW!

Dan yang lebih penting lagi, publik Berlin pun menjadi lebih peduli dan sadar akan pentingnya memelihara setiap pohon kota mereka dengan lebih baik. Antara mereka dan pohon seakan timbul hubungan emosional yang kuat. Harapan untuk tetap menjadi kota paling hijau di Eropa pun kembali muncul.

They solved the problem!

Coba kita berandai-andai. Apa jadinya kalau mereka tidak melakukan kampanye niat bin jenius itu, tetapi hanya membuat woro-woro ala kadarnya? Misalnya sekedar bagi-bagi brosur, pasang iklan billboard di tepi jalan, dan walikotanya cuma bilang di tv lokal: “Selamatkan pohon-pohon kita ya!”.
Tentu, impact-nya tidak akan sedahsyat saat mereka membuat Tree Concert, setuju?

That’s creativity.

Kreativitas yang menyelesaikan masalah. Kreativitas yang membuat kita melihat dunia dari sisi yang lebih indah.

Mau dengar seperti apa bunyi yang pohon tersebut hasilkan? Dan bagaimana interaksi publik yang dihasilkan dari campaign ini? Lihat videonya di sini!